NASIHAT
“Bu, aku harus bagaimana?”
“Bagaimana apanya?”
“Bersikap setelah kejadian itu.”
“Perbuatan suamimu?”
“Iya Bu.”
“Kamu inginnya bagaimana?”
“Aku sakit hati, Bu. Aku ingin pisah saja.”
“Nggak usah terbawa emosi. Kalau kamu ingin berpikir, boleh-boleh saja. Carilah waktu dan tempat yang tepat untuk berpikir. Kamu juga jangan lupa sama anak lo. Kalau kalian pisah, bagaimana dengan anak kalian?”
“Itulah Bu yang membuat aku pusing.”
“Ada baiknya kamu belajar dari orang-orang yang pernah mengalami nasib yang sama denganmu. Lihat keputusan mereka dan apa akibatnya. Setidak-tidaknya ada empat orang teman Ibu yang mengalami nasib yang sama denganmu di saat mereka muda dulu.”
Ibu pun menceritakan keempat teman Ibu tersebut.
Teman Ibu yang pertama bertindak frontal. Begitu mengetahui suaminya berkhianat, dia langsung minta cerai. Sakit hati membuatnya ingin berpisah. Hal itu terjadi sekitar dua puluh lima tahun yang lalu. Selama itu dia hidup menjanda. Dia tidak percaya kepada laki-laki lagi. Anak perempuannya tumbuh menjadi wanita mandiri, namun memutuskan untuk tidak menikah seumur hidupnya agar tidak mengalami sakit hati seperti ibunya.
Teman Ibu yang kedua bertindak tegas namun tetap menjaga perasaan anaknya. Dia merasa sakit hati karena dikhianati suaminya. Namun, dia tidak ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang rusak. Dia memutuskan untuk tetap melanjutkan pernikahan walau semua itu dijalaninya dengan kondisi keharmonisan semu. Dia tidak mau lagi melakukan hubungan suami-istri. Yang menjadi prioritas dia hanyalah anaknya saja. Anaknya pun tumbuh dengan penuh kebahagiaan tanpa terimbas masalah yang melanda suami istri tersebut.
Teman Ibu yang ketiga pendendam. Begitu tahu suaminya berselingkuh, dia membalasnya dengan perselingkuhan pula. Keluarga itupun terisi dengan aktivitas perselingkuhan. Namun suami istri tersebut tetap menjaga rahasia perselingkuhan mereka masing-masing dari anak mereka, sehingga tidak sampai diketahui anak mereka.
Teman Ibu yang keempat memaafkan tindakan suaminya yang telah mengkhianatinya. Dia memaafkan, walau membutuhkan waktu hampir setahun. Dan setelah itu, dia memutuskan untuk menjalani kehidupan suami istri yang wajar. Tiga puluh tahun berlalu, mereka berdua pun terlihat harmonis selalu. Anak mereka pun tumbuh dewasa menjadi pribadi yang mengagumkan.
Aku senang mendengar kisah pengalaman teman-teman Ibu, namun aku belum berani mengambil keputusan apapun.
*******
“Bu, aku harus bagaimana?”
“Bagaimana apanya?”
“Bersikap setelah kejadian itu.”
“Perbuatan suamimu?”
“Iya Bu.”
“Kamu inginnya bagaimana?”
“Aku sakit hati, Bu. Aku ingin pisah saja.”
“Nggak usah terbawa emosi. Kalau kamu ingin berpikir, boleh-boleh saja. Carilah waktu dan tempat yang tepat untuk berpikir. Kamu juga jangan lupa sama anak lo. Kalau kalian pisah, bagaimana dengan anak kalian?”
“Itulah Bu yang membuat aku pusing.”
“Ada baiknya kamu belajar dari orang-orang yang pernah mengalami nasib yang sama denganmu. Lihat keputusan mereka dan apa akibatnya. Setidak-tidaknya ada empat orang teman Ibu yang mengalami nasib yang sama denganmu di saat mereka muda dulu.”
Ibu pun menceritakan keempat teman Ibu tersebut.
Teman Ibu yang pertama bertindak frontal. Begitu mengetahui suaminya berkhianat, dia langsung minta cerai. Sakit hati membuatnya ingin berpisah. Hal itu terjadi sekitar dua puluh lima tahun yang lalu. Selama itu dia hidup menjanda. Dia tidak percaya kepada laki-laki lagi. Anak perempuannya tumbuh menjadi wanita mandiri, namun memutuskan untuk tidak menikah seumur hidupnya agar tidak mengalami sakit hati seperti ibunya.
Teman Ibu yang kedua bertindak tegas namun tetap menjaga perasaan anaknya. Dia merasa sakit hati karena dikhianati suaminya. Namun, dia tidak ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang rusak. Dia memutuskan untuk tetap melanjutkan pernikahan walau semua itu dijalaninya dengan kondisi keharmonisan semu. Dia tidak mau lagi melakukan hubungan suami-istri. Yang menjadi prioritas dia hanyalah anaknya saja. Anaknya pun tumbuh dengan penuh kebahagiaan tanpa terimbas masalah yang melanda suami istri tersebut.
Teman Ibu yang ketiga pendendam. Begitu tahu suaminya berselingkuh, dia membalasnya dengan perselingkuhan pula. Keluarga itupun terisi dengan aktivitas perselingkuhan. Namun suami istri tersebut tetap menjaga rahasia perselingkuhan mereka masing-masing dari anak mereka, sehingga tidak sampai diketahui anak mereka.
Teman Ibu yang keempat memaafkan tindakan suaminya yang telah mengkhianatinya. Dia memaafkan, walau membutuhkan waktu hampir setahun. Dan setelah itu, dia memutuskan untuk menjalani kehidupan suami istri yang wajar. Tiga puluh tahun berlalu, mereka berdua pun terlihat harmonis selalu. Anak mereka pun tumbuh dewasa menjadi pribadi yang mengagumkan.
Aku senang mendengar kisah pengalaman teman-teman Ibu, namun aku belum berani mengambil keputusan apapun.
*******
0 komentar "0000005 NASIHAT | Ferdhika Blog", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar sesuai topik..
no sara,spam,and junk.. :)